Selasa, 05 Oktober 2010

PEMANFAATAN RUMPUT LAUT



PEMANFAATAN RUMPUT LAUT
SEBAGAI KEMASAN YANG EDIBLE DAN BIODEGRADABLE
DENGAN TEKNIK COATING / LAPISAN


Kemasan memang diperlukan untuk melindungi makanan dari efek lingkungan. Kualitas dan umur simpan suatu makanan akan mengalami penurunan ketika makanan berinteraksi dengan lingkungan yang berakibat dapat menambah atau mengurangi kadar air dan aroma, memicu ransiditas oksidatif atau bisa juga menyebabkan kontaminasi mikroorganisme. Dalam makanan yang multi komponen, kualitas dan umur simpan akan berkurang ketika moisture, aroma atau lemak pindah dari satu komponen makanan ke komponen yang lain. Kemasan untuk makanan selain melindungi makanan, juga harus mempunyai sifat ramah lingkungan. Mengingat makanan merupakan kebutuhan kita dengan presentase yang besar, sehingga kemasan makanan yang tidak ramah lingkungan akan menambah problem bagi kita semua.
BIODEGRADABLE
Bahan kemasan terus berkembang sejalan dengan peradaban manusia yang semakin maju. Penggunaan kemasan dari bahan sintetik saat ini masih merupakan primadona, karena bahan tersebut terbukti efektif mencegah penurunan mutu, tetapi berdampak pencemaran lingkungan. Plastic adalah salah satu contohnya. Ketidakmampuan mikroorganisme untuk menguraikan material ini menimbulkn masalah sampah non organic, yang jika tidak ditangani dengan baik akan menimbulkn masalah yang serius. Usaha-usaha untuk mendaur ulang dengan menggunakannya sebagai material untuk produk baru menghasilkan produk berkualitas rendah. Teknik pencampuran secara fisik dengan mencampurkan polimer-polimer sintetik (polisterena, polietilena, dan lainnya) dengan polimer alam (kanji, tepung tapioca, singkong dan lainnya) selin menghasilkn poliblend yang terbiodegradasi secara parsial (bagian polimer alam) juga menghasilkan material yang sering kali tidak layak untuk digunakan sebagai material teknik. Hal inilah yang mendorong kita semua untuk mempunyai kemasan yang aman lingkungan, efektif, lebih praktis dan dapat memperpanjang umur simpan. Sehingga diperlukan usaha-usaha lain untuk membuat kemasan dengan polimer biodegradable. Polimer biodegradable adalah molekul-molekul besar (macromolecules) yang dapat dihancurkan atau diuraikan oleh mikroorganisme, khususnya bakteri dan jamur, Salah satu metode kemasan yang dikembangkan adalah kemasan edible. Kemasan edible merupakan kemasan yang dapat kita makan dan salah satu cara aplikasinya dengan teknik coating/lapisan. Sehingga sering kita kenal sebagai kemasan edible film/edible coating.
EDIBLE FILM / COATING
Edible film maupun coating merupakan jenis kemasan primer yang sangat propsektif dan aman, karena bersifat edible, alami, non toksik dan sangat praktis. Tidak ada perbedaan yang jelas antara edible film dan edible coating, bahkan sering kedua istilah ini digunakan secara bergantian. Tetapi jika lebih dispesifikkan, perbedaan edible film dan edible coating terletak pada metode aplikasinya, coating diaplikasikan dan dibentuk secara langsung pada produk yang dikemas, sedangkan film dibentuk menyerupai lapisan tipis terlebih dahulu, kemudian baru diaplikasikan ke produk yang dikemas. Edible film/coating merupakan lapisan tipis dan kontinyu terbuat dari bahan-bahan yang dapat dimakan dengan melapisi komponen makanan atau diletakkan diantara komponen makanan yang berfungsi sebagai penahan (barrier) yang baik untuk perpindahan massa (kelembaban, lipid, cahaya, zat terlarut, gas O2 dan CO2), atau sebagai carier bahan makanan atau bahan tambahan, dan dapat mencegah hilangnya senyawa-senyawa volatile pada aroma atau flavour khas suatu produk pangan. Sehingga kemasan edible film/coating ini harus memiliki sifat (1) menahan kehilangan kelembaban produk, (2) memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, (3) mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna pigmen alami dan gizi, serta (4) menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan. Aplikasi edible film/coating ini dapat digunakan pada buah potongan atau sayuran dengan cara pencelupan (dip application), pembuihan (foam application), penyemprotan (spray application), penetesan (drip application dan penetesan terkendali (controlled drip application). Cara aplikasi tersebut tergantung pada jumlah, ukuran, sifat produk dan hasil yang diinginkan. Bahan dasar pembuatan edible film/coating dapat digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu hidrokoloid (protein dan polisakarida), lemak (asam lemak dan wax) dan campuran (hidrokoloid dan lemak). Rumput laut merupakan salah satu penghasil hidrokoloid yang banyak digunakan dalam industri baik pangan, non – pangan ataupun farmasi, sebagai pembentuk gel (gelling agent), pengemulsi dan penstabil suspensi (emulsifying dan stabilizing agent), pengikat (binding agent), pengental dan sebagainya. Senyawa penghasil hidrokoloid atau gel ekstraksi dari rumput laut adalah senyawa polisakarida. Polisakarida algae merupakan produk alam dari biota laut yang paling komersial dan telah dimanfaatkan secara luas. Polisakarida yang dikenal dan dimanfaatkan hingga saat ini antara lain yaitu karagenan dan alginate. Karagenan diperoleh dari jenis rumput laut kelompok Rhodophyta (rumput laut merah),  seperti Euchema sp, Chondrus sp., dan Gigartina sp., sedangkan alginate dari Phaeophyta (rumput laut coklat), seperti Sargassum spp, Macrocytis sp. Dan dengan perkembangan IPTEK, pemanfaatan rumput laut dalam bentuk olahan semakin meluas, tidak hanya digunakan sebagai lalapan, sayuran, manisan, asinan campuran jelli atau ice cream sebagai bentuk raw material. Tetapi dengan sifat dan karakteristik polisakarida rumput laut dapat digunakan sebagai kemasan edible dan biodegradable. Mengingat rumput laut merupakan sumber hayati laut Indonesia yang cukup potensial.
Karagenan
Karagenan merupakan hasil ekstrak ganggang merah, terutama spesies Chondrus sp, Euchema sp, Gigartina sp. Karagenan merupakan campuran komplek dari beberapa polisakarida yang terdiri dari unit – unit galaktosa dan 3.6-Anhydro D-galaktosa baik yang berkaitan dengan gugus sulfat atau tidak dan dihubungkan ikatan (1.3) dan            (1.4) glikosidik. Kadar karagenan dalam rumput laut tidak sama, tergantung jenisnya, daerah dan iklim. Dalam perdagangan ada tiga jenis utama karagenan, yaitu kappa-karagenan (dihasilkan dari rumput laut Euchema cottoni, Euchema alvarezii, Gigartina, Fircelaria, Hypnea, Chondrus dan Iridea), lamda-karagenan (dihasilkan dari rumput laut Euchema cottoni, Gigartina, Chondrus cripus dan Iridea) dan iota-karagenan (dihasilkan dari Euchema spinosum, Agardhiela, Anabheca, Condrus, Gigartina, dan Gymnogongrus). Tipe – tipe karagenan ini dibedakan berdasarkan gugus-gugus sebagai substituen pada struktur dasar pada substituen sulfat dalam molekulnya, adanya gugus anhydro, letak substituen serta bobot molekulnya. Karagenan tipe kappa mempunyai bobot molekul rata-rata 154.000; lamda sekitar 300.000; iota sekitar 250.000. Kadar karagenan tergantung pada jenis dan lokasinya (di Indonesia berkisar antara 61.5 –      67.5 %). Sifatnya yang berupa koloid dan larutannya dalam air yang bersifat viscous merupakan salah satu sifat yang mendasari pemanfaatannya. Viskositas dan kekuatan gel merupakan salah satu sifat yang dijadikan acuan pemanfaatannya demikian pula bobot molekul. Karagenan dapat membentuk gel secara reversible, artinya membentuk gel pada saat pendinginan dan mencair kembali jika dipanaskan. Secara garis besar proses pembentukkan gel terjadi karena ikatan antar rantai polimer sehingga membentuk struktur tiga dimensi yang mengandung pelarut pada celah-celahnya. Pembentukkan kerangka tiga dimensi oleh “double heliks” ini akan mempengaruhi pembentukkan gel. Kerangka tiga dimensi dapat mengembang karena menyerap air secara osmosis sehingga berubah menjadi zat padat, karena dapat mempertahankan bentuknya dan memiliki respon yang elastis jika dikenai tekanan. Pembentukkan gel ini dapat digunakan sebagai edible film/coating makanan
Pengolahan rumput laut menjadi karagenan dilakukan dengan ekstraksi panas dalam kondisi basa. Tahap – tahap proses pengolahan karaginan secara umum terdiri dari pencucian, perebusan (ekstraksi), penyaringan, pengendapan filtrate dengan ispropil alcohol, pengeingan dan penepungan. Rendemen karaginan rumput laut Euchema cottonii, lebih rendah (27.72 % - 35.53 %) dan kekuatan gelnya lebih tinggi (26.09 g/cm2 – 33.40 g/cm2) dibandingkan rumput laut Euchema spinosum yang mempunyai rendemen 36.94 % - 40.37 % dengan kekuatan gel 2.96 g/cm2 – 4.4 g/cm2. perbedaan ini disebabkan karena adanya gugus 3.6-Anhydrogalaktosa-2-sulfat yang menyebabkan gel bersifat elastis.
Alginat
Algin adalah suatu bahan yang dikandung oleh rumput laut dari kelas Phaeophyceae (rumput laut coklat). Dalam dunia industri dan perdagangan, algin dikenal dalam bentuk asam alginik atau alginate. Asam alginik adalah suatu getah selaput (membrane mucilage), sedang alginate adalah bentuk garam dari asam alginik. Alginate pertama kali ditemukan oleh Stanford pada awal tahun 1880 dengan cara mengekstraksi rumput laut coklat dari jenis Laminaria. Selanjutnya pada tahun 1930, Cretcher dan Nelson menemukan komponen penyusun asam alginate, yaitu polimer asam                    D-mannuronat. Schoffel dan Link pada tahun 1933 menyatakan bahwa rumus kimia alginate adalah (C6H8O6)n dengan nilai n yang berkisar 80 – 83.
Alginate merupakan senyawa polimer yang tersusun dari monomer mannurat dan guluronat dengan ikatan glikosidik membentuk polimer alginate. Kandungan utama rumput laut coklat adalah polisakarida alginate. Pada Sargassum asal Indonesia kandungan alginate sebesar 20 – 27 % dan pada Macrocytis 30 %. Secara kimiawi alginate merupakan polimer dari asam D – mannurat dan asam L-guluronat. Secara fisika dan kimia, alginate merupakan polimer yang bersifat koloid, membentuk gel, bersifat hidrophilik. Sifat-sifat ini yang menyebabkan senyawa alginate dapat dimanfaatkan sebagai thickening agent, stabilizing agent dan emulsifying agent juga dapat digunakan untuk membuat edible film. Alginate dalam bentuk asam tidak larut dalam air dingin maupun air panas tetapi dapat segera mengembang dalam air karena kemampuannya mengisap air oleh gugus hidroksi yang dimiliki. Adanya monomer-monumer berupa asam D-mannuronat dan l-guluronat yang rationya bervariasi merupakan salah satu penentu sifat-sifat gel alginate. Pada alginate yang memiliki ratio antara mannuronat dan guluronat kurang dari satu, akan memiliki sifat bioaktif yang tinggi. Tetapi jika ratio kedua komponen tadi lebih dari satu sifat teksture gelnya akan lebih kenyal. Alginate juga diketahui memiliki kemampuan berikatan dengan kation-kation dan membentuk senyawa polivalen. Polivalen yang terbentuk merupakan suatu senyawa dengan molekul yang lebih besar dan memiliki viskositas yang lebih baik dengan kekuatan gel (gel strength) yang lebih tinggi. Juga terdapatnya poliol atau struktur polisidic dari asam mannuronat dalam alginate mempunyai efek membantu mempertahankan air pada produk yang dikemas. Adanya gugus karboksi dan hidroksi dalam asam mannuronat yang bersifat asam dan bersifat alkohol, membuat penggunaan alginate sebagai kemasan edible berbeda dengan karagenan. Alginat film/coating dibentuk dengan evaporasi dari larutan alginate yang diikuti pengikatan silang garam calsium. Alginate film/coating ini tahan terhadap minyak dan lemak, tetapi mempunyai kemampuan moisture barier yang rendah. Meskipun begitu, lapisan gel alginate dapat mengurangi moisture loss secara significant, setelah perlakuan coating. Dengan catatan, sebelum perlakuan coating terjadi moisture loss karena dehydrasi.  Lapisan alginate mempunyai kemampuan oxygen barrier yang baik, dapat memperlambat oksidasi lemak dari makanan dan memperbaiki flavour dan tekstur. Sedangkan coating dari karagenan sebagai komponen utama dapat diaplikasikan pada macam – macam bahan pangan sebagai antimikrobia, mengurangi moisture loss, oksidasi. Untuk itulah edible film dari karagenan dan alginate dapat diaplikasikan pada bahan pangan seperti yang terdapat pada Tabel berikut.
Bahan dan aplikasi
Fungsi Coating
Alginat
Ikan…………………………………………..
Udang beku………………………………….
Ice cream…………………………………….
Beef pieces, steak……………………………

Moisture barrier
Mempertahankan flavour, colour, texture
Dripping elimination
Moisture dan oksigen barrier
Karagenan
Buah potongan (terolah minimal)
Ikan beku
Potongan unggas (ayam, itik)


Moisture barrier
Moisture barrier, proteksi disentegrasi mekanik
Oksigen barrier, memperpanjang umur simpan dalam penyimpanan dingin.

Pembuatan Edible Film
Pembentukkan edible film merupakan proses pertumbuhan fragmen kecil atau penggabungan polimer – polimer. Prinsip pembentukkan edible film adalah interaksi rantai polimer yang lebih besar dan stabil. Pembuatan edible film dari ekstrak rumput laut meliputi beberapa tahap, diantaranya pembentukkan ekstrak rumput laut (karagenan (Gambar 1), alginate (gambar 2)), pencampuran bahan dasar (ekstrak rumput laut) dengan bahan pembantu, pemanasan campuran pembentuk film, penghilangan gas terlarut, pencetakkan, perataan dan pengeringan edible film. Proses pembuatan edible film, yang pertama hasil ekstrak rumput laut (karaginan & alginate) dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam air destilata sambil dilakukan pemanasan pada suhu 50-80oC selama 5 menit dan pengadukkan dengan magnetic stirrer. Kemudian ke dalam campuran tersebut ditambahkan gliserol 2 % untuk meningkatkan elastisitas film yang dihasilkan. Penambahan asam palmitat dilakukan setelah semua larut disertai dengan pemanasan pada suhu 60oC dan pengadukan pada kecepatan stirrer 9-10 selama 20 menit setelah larutan dingin hingga 50oC dan ditambahkan CaCl2 agar terbentuk gel. Setelah semua bahan penyusun tercampur rata, pH larutan tersebut diukur dan diatur sampai pH 6 dengan asam klorida. Proses selanjutnya penghilangan gelembung (degassing) yang terbentuk selama pencampuran bahan penyusun dengan menggunakan pompa vakum selama 30 menit. Untuk mempercepat proses tersebut dilakukan pengadukkan ringan. Selanjutnya dilakukan pencetakkan dengan menggunakan plat plastik, setelah pengeringan dengan oven pada suhu 50oC selama 10 – 12 jam.
Tahap pencetakkan sampai pengeringan diperlukan jika aplikasi edible film dengan wrapping. Tetapi jika aplikasi kemasan ini dengan pencelupan, maka edible film tersebut tidak dikeringkan. Misal aplikasi pada buah salak terolah minimal. Buah salak yang sudah dikupas dicelupkan dalam larutan edible coating selama 30 menit. Kelebihan edible film/coating yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air. Maka dari itu diperlukan tambahan bahan yang dapat mengurangi atau menutupi kekurangan tersebut, yaitu komponen hidrofobik, seperti asam stearat, asam palmitat. Tujuan dari penambahan komponen hidrofobik adalah untuk memperbaiki permeabilitas uap air dan fleksibilitas juga dapat menimbulkan efek kilap. Yang kedua adalah plasticizer, untuk mengatasi sifat rapuh lapisan film atau coating yang disebabkan oleh kekuatan intermolekuler ekstensif. Juga dapat meningkatkan fleksibilitas dan ekstenbilitas lapisan film maupun coating. Bahan yang dapat digunakan sebagai plasticizer adalah komponen hidrofilik, seperti polyol (gliserol, sorbitol, propanediol) dan mono-, di- serta oligosakarida, karena komponen hidrofilik dapat meningkatkan fleksibilitas film/coating. Salah satu plastilizer yang dapat meningkatkan kualitas edible film/coating dari ekstrak rumput laut ini adalah gliserol, yang mempunyai sifat mudah larut dalam air, mengikat air dan menurunkan Aw bahan.
Aplikasi edible coating karagenan pada buah jeruk, dapat, mengurangi  penyusutan, kebocoran atau kebusukan setelah penyimpanan 2 minggu pada suhu 40oC.


HAYU LESTARI, S.TP., MP (085727038601)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar